Logika Hakim Sakit
SOLO (Joglosemar): Vonis bebas terhadap enam mantan anggota DPRD Surakarta periode 1999-2004 yang menjadi terdakwa kasus korupsi APBD Surakarta 2003 mengundang tanggapan kritis dari beberapa pihak.
Pengamat hukum UNS, Prof Dr Adi Sulistyono SH Mh menegaskan, vonis bebas tersebut merupakan putusan dengan logika berpikir yang salah. Sebab, keenam pelaku tersebut jelas memenuhi syarat melakukan tindakan korupsi, seperti memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dan merugikan negara.
“Logika hukum Hakim itu sakit, karenanya perlu diuji lagi oleh Mahkamah Agung (MA) atau Komisi Yudisial (KY),” ujarnya kepada Joglosemar, Kamis (22/1).
Ia mengatakan, berdasarkan teori hukum, tidak sehatnya logika Hakim dalam memutus perkara bisa disebabkan faktor politik dan ekonomi. “Jika nanti sudah dipanggil MA dan KY, akan kelihatan faktor mana yang berpengaruh,” katanya.
Jaksa, menurut Adi juga harus all out melakukan kasasi. Jika tidak, masyarakat akan menilai Jaksa tidak profesional. Dan itu jelas merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum.
Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Surakarta, Alif Basuki mengaku terkejut. Vonis bebas tersebut jelas tidak memberikan rasa keadilan dan mencederai penegakan hukum.
“Ini bisa jadi bumerang bagi komitmen pemberantasan korupsi, dan tidak bisa dibiarkan. Kami akan minta Komisi Yudisial memanggil Hakim dan mendesak Jaksa melakukan kasasi,” paparnya.
Ajukan PK
Sebaliknya, vonis Hakim tersebut justru menjadi peluang bagi para terpidana pada kasus yang sama dan telah menjalani masa hukuman, untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Bandung Joko Suryono, terpidana yang sudah menghabiskan masa hukuman tiga tahun penjara, menilai putusan Hakim tersebut tepat dan profesional. Karena itu pihaknya akan segera mengajukan PK. “Sementara ini fokus kami adalah mengembalikan nama baik,” terang dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hakim telah menjatuhkan vonis bebas kepada enam terdakwa kasus korupsi APBD Surakarta 2003, masing-masing Gunawan M Su’ud, Zaenal Arifin, M Sahil Al Hasni, Satryo Hadinagoro, Bambang Rusiantono dan James August Pattiwael. (ono/dhi)
Sumber: Harian Joglo Semar
Posted on Januari 24, 2009, in Reportase and tagged Adi Sulistyono, DPRD, Hakim, Hukum, Joglosemar, Komisi Yudisial, Korupsi, Logika, Solo, Surakarta, UNS. Bookmark the permalink. 5 Komentar.
Wah enak bisa melenggang bebas… Untung dia di dakwa Korupsi… Coba di dakwa maling ayam, bakal di gebukin massa tuh mereka…
salam.
hwuhahaha … bener juga mamas86 , sepakat !!!
salam.
Digebukin masih mending, lha kalo dibakar hidup-hidup?
wah wah wah wah………….. UUD lagi nich (Ujung-Ujungnya DUit)
INI BUKTINYA : PUTUSAN SESAT PERADILAN INDONESIA
Putusan PN. Jkt. Pst No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan (karena terindikasi gratifikasi di Polda Jateng serta pelanggaran fidusia oleh Pelaku Usaha). Inilah bukti inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia.
Quo vadis hukum Indonesia?
David
(0274)9345675